Senin, 15 Maret 2010

Batik Kalimantan

0 comments
Wastra sasirangan adalah salah satu wastra adat khas suku Banjar. Menurut mitos, pada abad ke-16, patih kerajaan, Lambung Mangkurat, bersemadi 40 hari di atas rakit sungai, untuk mencari pendamping. Di akhir semadi, muncul seorang putri yang bersedia untuk dinikahi. Syaratnya Sang Patih harus membuatakan wastra kuning keemasan berupa wastra cacalupan yang harus dikerjakan oleh 40 gadis dalam waktu 40 hari. Wastra cacalupan atau wastra yang dicelup setelah dijelujur ini, lalu menjadi dasar cara pembuatan wastra sasirangan.

Wastra cacalupan, diduga dibuat pada abad ke-19. Bahan yang dipakai adalah wastra katun dengan pewarna alami. Wastra ini sering juga disebut wastra pamintan karena dibuat atas permintaan seseorang yang membutuhkannya untuk keperluan tertentu, misalnya menyembuhkan penyakit atau mencari anak hilang.

Kerudung cacalupan dengan corak bintang, dipakai untuk penyembuh sakit kepala, sakit telinga, dan kerontokan rambut. Warna kuning dianggap sakral. Wastra ini digunakan pada upacara agama atau adat.

Corak wastra sasirangan lain juga berkembang berdasarkan mitos dan filosofi masyarakat Kalimantan yang dekat dengan alam. Antara lain bintang bertabur, kembang cengkeh, daun kangkung, bungan kacang panjang, jamur kecil, daun bayam, adan awan beriring.

Corak paling terkenal adalah naga balimbur. Ciri khasnya, garis berliku memanjang yang kaya akan warna. Garis berliku membedakannya dari kebanyakan corak yang umumnya berbentuk belah ktupat, wajik, atau irisan intan.

Contoh batik tulis buatan suku DAyak Bahau, Kalimnatan Timur, yang tinggal di hulu sungai Mahakm, dengan lambang perdamaian. Warna dominan pada wastra menunjukkan acara yang dihadiri. Acara pemakaman, wastra penutup kepala dominan berwarna hitam. Dalam upacara ritual digunakan wastra bermotif yang dominan warna kuning (bahendai), merah (bahandang), atau putih (baputi).

Pengaruh India masuk melalui kota Pontianak. Hasilnya, wastra batik dengan ragam hias bunga-bungaan tipis. Umumnya berupa wastra sarung dari sutra dengan warna-warna mencolok dan jumlahnya tidak banyak.

Dulunya jenis wastra ini hanya dimiliki oleh kalangn atas. Bahan tipis dipakai sebagai penutup kepala oleh kaum wanita. Bahan tebal dipakai sebagai bahan sarung. Kini sudah banyak wastra yang dibuat pakaian sehari-hari. astra sasirangan juga memiliki corak jajumputan seperti di JAwa (jumputan) dan Sumatra (pelangi).

Batik Garut

0 comments
Batik Garutan memang lebih dikenal dibanding batik daerah lain di Jawa Barat seperti Ciamis dan Tasikmalaya. Sebagian besar batik Garutan menunjukkan pengaruh Keraton Surakarta dan Yogyakarta, selain pengaruh keraton Cirebon. Ada juga pegaruh Cina dna Belanda, meski sedikit.

Umumnya berlatar warna gumading, kuning seperti gading, khususnya pada wastra batik pengaruh keraton. Keindahan motif batik keraton dipadu selera raham hias lokal menjadikan batik Garutan memiliki ciri khas.

Ragam hias mlijon pada pola parang misalnya, biasa diberi warna merah atau biru muda. tak jarang hias mlijon diganti stilasi bunga kecil. banyak pula pola parang/lereng dihiasi untaian daun bunga, ditata sejajar dengan pola utama. Ada juga pengaruh Cirebon, misal pada mega mendung Garutan.

Batik Indramayu

0 comments
Ada banyak daerah sentra batik yang dipengaruhi batik keraton. Satu yang paling populer adalah batik Dermyon dari Indramayu. Dulu kawasan yang disebut Dermayu ini merupakan wilayah kerajaan Galuh.

Budaya membatik sudah berkembang dibawa oleh pedangang Cina yang semula pedagang tom (nila/tarum) dari LAsem, sehingga batik Dermayon punya kesamaan dengan batik Lasem, baik pola ataupun cara pembuatannya. Dengan nila sebagai pewarna dasar, batiknya punya beberapa ciri khas, antara lain penerapan satu warna (kelengan).

Saat Sultan Agung melebarkan kekeuasaan ke Jawa Barat, khususnya untuk persiapan menyerang VOC di Batavia, para petani Mataram didatangkan untuk mengolah sawah di Dermayu. Mereka ini pula yang membawa pengetahuan pola-pola batik Keraton Mataram, mengimbuhi budaya wastra batik yang sudah dikuasai oleh masyarakat Dermayu. Pola batik Dermayon yang dipengaruhi oleh batik keraton umumnya menampilkan ragam hias sawat dan lereng, misal pola parang-parangan, lung-lungan, liris, dan ceplok.

Batik Banyumas

0 comments
Batik pengaruh keraton memadukan ragam hias utama batik Keraton Mataram dengan ragam hias khas daerah setempat sebagai susunan pola, yang kemudian berkembang sesuai selera masyarakat setempat. Pengaruh ini sudah berlangsung sejak abad ke-17, saat Sultan Agung dari Mataram menguasai hampir seluruh Pulau Jawa, bahkan sampai Palembang dan Jambi di Sumatra, serta Banjarmasin di Kalimantan Selatan.

Seni dan budaya Mataram termasuk wastra batik, tersebar luas di masa Sultan Agung. Tak cuma ke daerah sekitar seperti Banyumas, tetapi juga hingga ke Madura. Pengaruh keraton pada batik Cirebon terjadi saat Sultan Agung memperistri Putri Keraton Cirebon. Beberapa kawasan Jawa Barat saat itu juga menjadi wilayah Mataram, hingga bisa dipahamibila pengaruh batik keraton juga sampai ke Garut.

Saat pecah Perang Diponegoro, banyak tentara Mataram tinggal di Banyumas bersama PAngeran Puger. Dari sisi para pembatik keturunan Tionghoa dan Arab mendapat pengaruh batik keraton. Pola Banyumasan yang terkenal antara lain parang curiga, dan lumbon. Ada juga jahe srimpang dengan ragam hias irisan jahe di sela-sela lar dan burung, dan pola ceplok ayam puger. Pola Banyumasan lain yang jelas terpengaruh batik keraton adalh klewer, tambal, dan sidomulya.

Batik Sumenep

0 comments
Terletak di ujung timur Madura, Keraton Sumenep masih terpelihara hingga sekarang. Banyak pola batik Keraton Sumenep yang mirip batik Keraton Mataram yang didominasi warna soga kecokelatan, misalnya pola sawat dan lar. Mataram memang pernah menguasai Sumenep. Namun ada pula wstra batik berdasar warna biru tua, hitam dan putih, dengan rona hijau dan merah. Simak pola lereng dan limar buket Sumenep. Namun seperti umumnya batik MAdura yang berkategori batik pesisiran, lingkungan setempat pun terekam di batik Keraton Sumenep, juga sulur-sulur tumbuhan setempat sebagaimana tampak pada batik pola ganggeng.

Batik Yogyakarta dan Solo

0 comments
Batik Keraton Surakarta dan Yogyakarta bersal dari sumber yang sama, yakni pola batik Keraton Mataram. Tak heran bila banyak pola keduanya yang sama, meski dalam perkembangannya ada juga bedanya. Banyak kesamaan pola, meski namanya berbeda. Pola yang di Surakarta disebut parang sarpa, di Yogyakarta dikenal sebagai golang-galing. Pola liris cemeng di Surakarta, di Yogyakarta disebut rujak senthe. Satu perbedaan yang sangat nyata adalah dalam hal mengenakan wastra batik pola parang dan lereng. Dalam peragaan yang dipamerkan di Museum Danar Hadi di Solo, kita bisa menyermati perbedaan cara mengenakan batik tersebut. Pada gaya Surakrta, wastra batik dililitkan dari kanan atas miring ke kiri bawah, sedangkan gaya Yogyakarta miring dari kiri atas ke kanan bawah.

Mengingat wilayah Pakualaman awalnya juga bagian Kasultanan Yogyakarta, maka unsur budaya kedua istana juga sama, seperti batikya. Gaya pola dan warna batik Pakualaman mulai berubah sejak terjalin hubungan keluarga antara keraton Surakarta dan Pura Pakualaman saat Sri Pakualam VIII menyunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta ini memberi warna dan gaya Surakarta pada batik Pakualaman, yang lantas tampil dalam paduan pola batik Keraton Yogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Dua pola batik Pakualaman terkemuka adalah pola candi baruna (candi laut) dan peksi manyura yang menampilkan stilasi burung nyembah.

"isen-isen (ornamen pengisi pola dasar batik) halus, yang indah dan cantik, umumnya menjadi ciri khas Batik keraton Surakarta. Warna dasar tradisionalnya biru sampai biru kehitaman, krem, dan cokelat kemerahan. Selain parang barong dan parang curiga, pola terkenalnya antara lain parang sarpa, ceplok burba, ceplok lung kestlop, candi luhur, dan srikaton", ungkap H. Santosa Doellah dalam buku Batik "Pengaruh Zaman dan Lingkungan".

Gaya batik Pura Mangkunegaran umumnya serupa dengan batik Keraton Surakarta, tetapi dengan warna soga coklat kekuningan. Wastra batik Mangkunegaran biasanya dibuat oleh pengusaha batik Surakarta yang juga membuat batik untuk Keraton Kasunanan. Pola batiknya yang terkenal antara lain: ole-ole, wahyu tumurun, parang kesit barong, dan parang klithik glebak seruni.

Batik Cirebon

0 comments
Tak ada perbedaan signifikan antara wastra batik Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Di bawah pemerintahan Sunan Gunung Jati, Cirebon merupakan kerajaan Islam tua di Jawa sekaligus pelabuhan penting jalur perdagangan dunia dari Arab, Cina, Eropa, India, dan Persia. Keterbuakaannya pada dunia luar itu menghasilkan batik Cirebon dengan pola dan gaya yang tidak ada duanya.

Semula dibuat khusus untuk para sultan, berkaitan dengan upacara keagamaan, hias rias istana dan sarana penolak bala, pola batik Cirebon dipengaruhi oleh elemen budaya Cina, sebagaimana tampak pada motof mega pada pola mega mendung dan wadasan (batu karang)pada pola wadasan. Dua pola terkenal ini dipercaya sebagai refleksi dari cagar budaya Goa Sunyaragi, yang dibangun dan dipersembahkan untuk Putri Cina, permai suri raja di zaman dahulu.

Berdasar kuning gading atau kuning muda, beken sebagai kuning Cirebon, pola dan motif batik Cirebon juga merefleksi situasi kota dan ikon keraton, misalnya pola kereta kasepuhan dan peksi naga liman, hewan mitos gabungan dari wujud garuda-naga-gajah, ataupun pola kapal kandas. Ada pula pola-pola stilasi adegan gambar yang diangkat dari khazanah cerita pewayangan dan cerita panji, atau patran kangkung (pola pohon kangkung)

Jumat, 12 Maret 2010

Parang dan Lereng

0 comments
Parang merupakan motif pola popular dalam kelompok pola garis miring. Pola atau desainnya terdiri dari satu atau lebih ragam hias yang tersusun membentuk garis-garis sejajar dengan sudut kemiringan 45 derajat.

Pol aparang umumnyaterdapat hiasan berbentuk belah ketupat (disebut mlijon) sejajar dengan deret ragam hias utama pola parang. Ada banyak varian pola parang, misalnya parang barong, parang klithik, parang kusumo, dan lain-lain. Tetapi yang paling terkenal dan digandrungi adalah parang rusak.

Termasuk ke dalam pola geometri adalah pola lereng, yang pada dasrnyasama dengan pola parang. Bedanya pada pola lereng tak ada hiasan mlijon (bentuk belah ketupat kcil, sbagai pemisah baris lereng). Sebagaimana dalam parang, pola lereng pun memiliki ragam variasi, semisal lereng krena slimpet, lereng catur karsa, dan lereng patran kangkung.

Pola non-geo etri terbagai dalam keleompok semen, lung-lungan sangat banyak ragamnya dan mendominasi kelompok pola non-geometri.

Ceplokan

0 comments
Bentuk pola ceplok sangat kuno adalah pola kawung. Siapa creator motif ini dan sejak kapan mulai eksis di lembar wastra batik?

Entahlah! Yang pasti, pola dengan motif-motif ceplok ini konon terinspirasi oleh buah kawung (buah atap atau buah aren) yang dielah empat, yang keempat bagian buah bersamaintinya itu melambangkan empat arah (penjuru) dalam agama Budha.

Pada dasarnya, ceplok merupakan kategori ragam hias berdasarkan pengulangan bentuk geometri, seperti segi empat, empat persegi panjang, bulat telur, ataupun bintang.
Ada banyak varian lain dari pola ceplok, semisal ceplok sriwedari dan ceplok keci. Batik truntum juga masuk kategori ceplok.

Semen

0 comments
Semen termasuk pola kuno, terutama yang mengandung ragam hias garuda, sawat, mirong, dan lar yang semuanyamerupakan stilasi (gubahan bentuk)ragam hias garuda—hewan mitos dalam agama Hindu—yang di masa lalu merupakan ikon hias khusus untuk raja dan keluarganya.

Ragam hias utama yang jadi cirri khas pola semen adalah meru, stilasi menyerupai gunung. Meru yang jadi acuan adalah mahameru di pegunungan Himalaya, atap dunia yang dalam kepecayaan Hindu menjadi tempat bersemayamnya para dewa.

Dalam konsep budaya Jawa, meru atau gunung merupakan pusat berseminya atau bertunasnyaragam tumbuhan. Pola itu pun lantas disebut semen yang berdasarkan pada kata semi. Ada banyak ragam pola semen, misalnya semen gurdha dan semen jolen.

Buketan

0 comments
Istilah buketan pasti berasal dari kata buket (iket/rangkai) bunga, karena pola ini amat mudah dikenali dari tampilan ragam hias bunga atau kelompok bunga, dengan imbuhan sulur-sulur daun, kepak kupu-kupyu dan burung, ataupun satwa kecil lainnnya. Ragam elemen gambar atau motif itudisusun sedemikian rupa dalam kesatuan bentuk selaras. Beberapa bentuk buketan, sering tampil ibarat lukisan bunga pada wastra batik. Pola buketan banyak terdapat pada batik pesisiran , meski juga ditemukan di daerah pedalaman.

Kamis, 11 Maret 2010

Lung-lungan

0 comments
Lung-lungan juga termasuk pola kuno. Sebagian besar pola ini memiliki ragam hias atau motif utama yang serupa dengan ragam hias utama pola semen. Bedanya, ragam hias utama lung-lungan tidak selalu lengkap dan tidak mengandung ragam hias meru. Ragam pola lung-lungan antara lain babon angrem (ayam betina mengeram) dan grageh waluh (sulur-sulur pohon labu).

Pola batik nusantara

0 comments
Ciri khas batik adalah adanya ragam hiasan pada lembar kain, yang disusun (dengan cara dicap, ditulis, ataupun gabungan dari keduanya) sedemikian rupa hingga memebntuk satu kesatuan rancang desain atau pola. Secara tradisisonal, pola dan motif batik dikelompokkan berdasarkan gaya dan bentuk.

Datanglah ke museum Danar Hadi Solo. Di situ kita bias belajar banyak banyak soal batik, termasuk melihat conto-contoh wastra batik dan kisah-kisah yang mewarnainya. Misalnya keterangan tentang dua jenis pola atau desain batik, yakni batik pedalaman dan batik pesisiran,. Batik pedalaman mengacu pada produk batik yang berasal dari keraton, dan produk batik yang mendapat pengaruh kuat dari keraton, baik ragam hias (motif) maupun corak warnanya.

Keraton itu sendiri awalnya mengacu pada keratin-keraton di Yogya dan Solo yang memang meupakan kawasan awal kelahiran seni wastra batik. Tetapi dalam perkembangannya pengertian batik keraton juga pada produk batik dari (dan yang mendapat pengaruh) keraton-keraton di Cirebon dan Sumenep Madura.

Batik pesisiran dibuat di daerah pesisir (Jawa dan Madura) yang ragam hiasnya banyak mendapat pengruh dari luar. Berdasarkan bentuk, pola batik terbagi dua kelompok besar yakni pola bangun berulang atau pola bangun geometris an pola non-geometri. Secara umum, ragam hias atau motif yang masuk dalam pola geometri adalah ragam hias yang mengandung unsur garis dan bangun motif. Seperti garis miring, bujur sangkar, empat persegi panjang, trapezium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran bintang, yang disusun berulang-ulang, hingga membentuk kesatuan pola. Secara garis besar, pola geometri terdiri dari pola ceplok dan pola garis miring.

Rabu, 10 Maret 2010

Batik Fraktal

0 comments
Dunia desain adalh dunia kreatifitas yang terus berkembang sejalan dengan pemahaman manusia (seniman)terhadap dunia seni yang digelutinya. Demikian halnya dengan desain atau pola batik Indonesia. Berbagai seni man terus mencari bentuk-bentuk ekspresi baru. Satu desain atau pola batik yang popular akhir-akhir ini adalah batik Fraktal.

Fraktal berasal dari kata fractus dalam bahasa Yunani, yang artinya pecah. Dalam bidang Fisika, fractal adalah bentuk geometri yang tidak teratur, namun memeiliki kemiripan. Dalam desain, fractal berarti percabangan atau perpecahan dan pengulangan dari suatu bentuk atau corak.

Istilah batik fractal kini digunakan untuk mendeksripsikan batik dengan corak yang motifnya dibuat oleh komputer. Dengan komputer, desain corak dan motif batik fraktal dapat menjadi lebih rumit dan detail disbanding batik tradisional.

Meski batik fraktal termasuk trend baru, sebenarnya batik tradisional pun dapat dikatakan bermotif fraktal.. Motif parang rusak misalnya, adalah perpecahan dari bentuk parang yang diulang secara sejajar. Seorang desainer batik fraktal dapat mempelajari suatu motif batik tradisional, mencari “rumus”nya, lalu dibuat gambar barunya dengan computer, untuk dirapikan dan dicetak ulang.

Proses pembuatannya, relative sama rumitnya dengan batik tradisional. Pertama pengerjaan desain dilakukan dengan komputer, gambar dicetak dan diperbesar, lalu dipindahkan ke kertas kerja untuk kemudian diaplikasikan pada wastra. Selanjutnya wastra dibatik seperti biasa, dengan metode cap atau tulis.

Sejauh ini, batik fraktal dan fisika batik baru dipelajari dan dikembangkan oleh dua badan di Bandung. Bandung Fe Institute, mengeluarkan buku Fisika Batik: Jejak Sains Modern dalam Seni Tradisi Indonesia, juga Pixel People, sekumpulan ilmuwan yang menegembangkan seni generative dari kebudayaan Indonesia.

Salah satu pelopor batik fraktal di Indonesia adalah Komarudin kadiya (40), pemilik Batik Komar Bandung. Sebagai pengusaha batik modern, Komarudin tidak hanya mengimproviasi motif dan corak lama, tapi juga menciptakan ide-ide baru dari inspirasi di sekitar. “Ketika ke Jepang saya terinspirasi bentuk snowflake atau kristal air. Tema Lain yang menarik misalnya mollusca atau kerang-kerangan,” ceritanya.

Menurut Komarudin, batik fraktal turut memperkaya ragam hias batik. Namun ia tidak menyangkal ada sedikit bentrokan dengan generasi terdahulu. “Saya tetap menjunjung tinggi karya-karya batik klasik. Namun pada aplikasinya, semakin banyak orang mencampuradukkan berbagai macam motif. Itu adalah bentuk improvisasi masyarkata modernyang harus diapresiasi juga,” paparnya.

Jejak Perkembangan Batik Nusantara

0 comments
Gagasan tentang batik Indonesia lahir tahun 1950. Bung Karno melihat potensi batik yang memasyarakat di Indonesia, diproduksi nyaris di titik utama pula-pulai Indonesia, yang bisa menjadi jati diri bangsa di forum dunia. Bung Karno pun rajin memeperkenalkan batik, dengan mengirimnya ke kalangan internasional.

Secara umum batik Indonesia adalaha batik yang mengangkat semua potensi tradisional yang sudah ada, untuk terus mengembangkannya. Pada masa itu selain mempertahankan motif klasik yang sudah ada, motif-motif baru juga terus diupayakan. Kreatifitas tak Cuma memadukan tradisi batik keratin dan pesisiran tetapi juga mengungkap ragam hias khas daerah-daerah di Indonesia.

Banyak nama seniman batik Indonesia yang muncul sejak itu. Sebut misalnya nama K.P.T. Hardjonagoro yang disebut sebagai pelopor batik Indonesia, serta Bintang Soedibjo (Ibu Soed) yang sempat melahirkan pola batik terang bulan. Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, pantas dicatat namanya saat era tahun 70-an menggerakkan pemakaian kemeja batik di kalangan pegawai di Jakarta, dan mengunggulkan kemeja batik sebagai pakaian resmi di Indonesia.

Seniman Iwan Tirta di Jakarta, Ardiyanto Pranata dari Yogyakarta, H. Santosa Doellah di Solo, dan perupa Amry Yahya merupakan nama-nama yang pantas dicatat dalam pengembangan batik Indonesia. Usaha-usaha batik nasional juga berkembang di banyak daerah. Juga nama-nama produk baru dalam label Obin, batik Keris, Allure, batik Komar, dan lain sebagainya.

Duka Sang Permaisuri

0 comments
Seni membuat wastra batik dikenal oleh beberapa etnis bangsa. Siapapun boleh membuat wastra batik. Batik Indonesia kaya pola dan motif, jumlahnya ribuan. Jumlah ini akan terus bertambah sejalan dengan kreatifitas cipta para seniman batik yang terus tumbuh di negeri ini.

Pola dan motif batik Indonesia yang merujuk pada sikap pandang manusia pada landskap lingkungan dan kehidupan, diungkap dengan bentuk-bentuk stilasi. Seperti tumbuhan, gunung, hewan, sawah, sungai, laut dan ikon-ikon kehidupan kuno lainnya. Diyakini, tiap pola dan motif itu tercipta lewat olah laku oleh para pembuatnya.

Bentuk pola kuno sangat popular adalah parang rusak, yang kisah penciptaannya masih sering diperdebatkan. Mengutip buku Batik, “pengaruh zaman dan lingkungan” karangan H. Santosa Doellah/ Danar Hadi ada yang menyebut pola parang rusak muncul di masa Raden Panji, pahlawan Kerajaan Kediri dari Jenggala, Jawa Timur pada abad ke-11. Yang lain percaya, desain ini diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram (1613-1645) seusai meditasi di pantai selatan Jawa. Konon ilham datang dari fenomena gelombang-gelombang besar yang memecah karang dan merusaknya. Dalam bahasa Jawa istilah parang dekat dangan kata karang. Parang rusak berarti karang yang pecah atau rusak.

Lain lagi cerita tentang batik truntum. Berawal dari taman Bale kambang di Solo yang dahulunya tempat nyepi Kanjeng Ratu Beruk, permaisuri Sri Susuhunan Paku Buwono III, yang sedih karena tak lagi menerima cinta kasih raja. Dalam keprihatinan, Ratu Beruk membatik. Sepenuh rasa ia menoreh canting dan cairan malam, sampai sang raja singgahdan mengagumi wastra batik itu. Konon gara-gara wastra batik itu, cinta kasih raja memiliki greget lagi. Lalu raja member nama pola dan motif wastra batik itu sebagai truntum, yang berarti “timbul” atau “ berkumpul”.

Dalam sebuah sarasehan di Tokyo, tahun 2005, Iwan Tirta mengungkap bahwa wastra batik dari lingkungan keraton disebut batik keraton; umumnya bertumpu pada pola tradisional. Struktur ragam hias dan pewarnaannya merupakan hasil olah seni, adat sikap hidup dan pandangan masyarakatnya. Umumnya pola batik keratin dipengaruhi filosofi Hindu Jawa dari masa Pajajaran dan Majapahit. Pola semen salah satu contohnya, dimana hiasan utama berupa garuda dan pohon hayat merupakan filosofi Hindu Jawa.

Iwan Tirta juga pernah menyebutkan, pengaruh Islam, tampak pada stilasi bentuk yang menjadi kecenderungan umum pola batik keratin. Stilasi yang menjadikan bentuk makhluk menjadi tidak wadag (bukan wujud aslinya). Hal itu menjadi jalan keluar dari “larangan” menampilkan manusia dan hewan secara nyata dalam karya seni.

Selasa, 09 Maret 2010

Batik Malang

0 comments
Seni dan budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas rutin di Kota Malang. Dengan hawanya yang sejuk Malang memiliki beberapa kekhasan yang membuatnya berbeda dari tempat lain. Tidak ketinggalan seni kerajinan batiknya dengan beragam jenis motif khas Malang. Walaupun batik Malang merupakan pendatang baru dalam khasanah batik nusantara, namun motif Batik khas Malang tidak kalah dengan batik dari daerah lainnya.

Batik Malangan memiliki tiga ciri pokok dan menjadi bagian dari tiga komponen pokok batik, yakni pertama pada tanahan atau dasar yang diambil dari motif batik di Candi Badut yang merupakan peninggalan Kerajaan Kanjuruhan tahun 760 Masehi.

Komponen kedua berupa motif pokok (hias isian) diisi dengan gambar tugu Malang yang diapit oleh rambut singa pada sisi kiri dan kanannya sebagai lambang Kota Malang, serta komponen ketiga adalah motif hias untuk tumpal (pinggiran plus isen-isen) yang diisi tiga sulur yang membentuk sebuah rantai.

Batik Saudagaran dan Batik Petani

0 comments
Minat masyarakat luas untuk menggunakan wastra batik sebagai busana melahirkan genre yang disebut “batik saudagaran” dan “batik petani“. Meskipun berasal dari sumber yang sama, yakni batik keraton,batik saudagaran dan batik petani (disebut juga batik pedesaan) tetap menampilkan gaya yang berbeda. Yang pertama merupakan hasil perajin asal desa yang tinggal dikota tempat para saudagar batik,sedangkan yang kedua sebenarnya hasil perajin di desa.

Pola larangan dari dalam tembok keraton bukan hambatan. Malah pola-pola larangan itu mampu menginspirasi untuk dikembangkan menjadi pola-pola baru sesuai selera lingkungan. Pola larangan disiasati sedemikian rupa hingga pola-pola baru dapat dipakai oleh masyarakat luas. Mereka menguba batik keraton dengan isen-isen rumit,mengisi latar dengan cecek atau bentuk isen-isen (Pernik pengisi latar) baru lain,hingga tercipta batik saudagaran yang indah.

Salah satu hasil bentuk dari kreativitas itu antara lain berupa pola sekar jagat (bunga dunia),pola baru yang ibarat bunga rampai dari cuplikan motif-motif kuno,tampil baru dalam selembar wastra batik.

Ribuan motif baru terus lahir hingga zaman ini. Di luar tembok istana pula,sekitar tahun 1850, lahir alat membati bernama canting cap. Perkembangan zaman yang menuntut efisiensi,didukung informasi dan teknologi baru,melahirkan penggunaan zat pewarna kimia atau zat pewarna sintetis di kalangan dunia batik yang kian berkembang menjadi industri. Jenis warna yang awalnya sukar diungkap oleh bahan pewarna alami,kini dimungkinkan dikreasi berkat melimpahnya pasokan zat pewarna sintetis impor.

Batik petani pun berkembang sejalan perkembangan zaman. Bersumber dari pola-pola batik keraton,lahir pola-pola baru pada wastra batik petani dengan stilasi ragam hias bentuk alam. Sebagai contohnya adalah tumbuhan,buah,serangga,burung-burung kecil dan lain-lain. Misalnya pola Buketan. Nyaris di semua daerah di Jawa muncul aktivitas produksi batik petani,yang berkembang di daerah pesisir adalah yang paling banyak mendapat pengaru dari dunia luar. Produknya lantas kita kenal sebagai wastra wastra batik gaya pesisiran

Batik Selayang Pandang

0 comments
Seni wastra (kain) batik telah menempuh perjalanan panjang dalam tatanan budaya Indonesia. Dari ragam hias motif di dinding candi kuno, hingga desain/pola modern yang menghiasi busana. Dari pola parang rusak kreasi Sultan Agung pada abad ke-17, hingga batik Iwan Tirta dan batik fractal (corak dan motifnya dibuat dengan computer). Batik selalu eksklusif, tak pernah ada helai wastra batik yang benar-benar sama satu dengan yang lain. Tersimpan banyak kisah di tiap lembar wastra batik. Sebagai sebuah pencapaian budaya, warisan budaya dunia dari Indonesia, seni batik tidak akan sirna, jika kita sadar sebagai penentu arah perkembangannya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut batik sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menerakan (menuliskan) malam (lilin batik) pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Iwan Tirta, maestro batik, menyebutnya sebagai teknik atau proses mencelup dan menghias permukaan kain dengan menggunakan malam sebagai penahan warna. Senada dengan itu, H.Santosa Dullah, seniman dan pendiri Museum Batik Danar Hadi Solo, menyebutnya sebagai proses membuat ragam hias/gambar pada lembar kain (wastra) dengan teknik celup rintang menggunakan malam.
(Suplemen FEMINA 2010)