Senin, 15 Maret 2010

Batik Kalimantan

Wastra sasirangan adalah salah satu wastra adat khas suku Banjar. Menurut mitos, pada abad ke-16, patih kerajaan, Lambung Mangkurat, bersemadi 40 hari di atas rakit sungai, untuk mencari pendamping. Di akhir semadi, muncul seorang putri yang bersedia untuk dinikahi. Syaratnya Sang Patih harus membuatakan wastra kuning keemasan berupa wastra cacalupan yang harus dikerjakan oleh 40 gadis dalam waktu 40 hari. Wastra cacalupan atau wastra yang dicelup setelah dijelujur ini, lalu menjadi dasar cara pembuatan wastra sasirangan.

Wastra cacalupan, diduga dibuat pada abad ke-19. Bahan yang dipakai adalah wastra katun dengan pewarna alami. Wastra ini sering juga disebut wastra pamintan karena dibuat atas permintaan seseorang yang membutuhkannya untuk keperluan tertentu, misalnya menyembuhkan penyakit atau mencari anak hilang.

Kerudung cacalupan dengan corak bintang, dipakai untuk penyembuh sakit kepala, sakit telinga, dan kerontokan rambut. Warna kuning dianggap sakral. Wastra ini digunakan pada upacara agama atau adat.

Corak wastra sasirangan lain juga berkembang berdasarkan mitos dan filosofi masyarakat Kalimantan yang dekat dengan alam. Antara lain bintang bertabur, kembang cengkeh, daun kangkung, bungan kacang panjang, jamur kecil, daun bayam, adan awan beriring.

Corak paling terkenal adalah naga balimbur. Ciri khasnya, garis berliku memanjang yang kaya akan warna. Garis berliku membedakannya dari kebanyakan corak yang umumnya berbentuk belah ktupat, wajik, atau irisan intan.

Contoh batik tulis buatan suku DAyak Bahau, Kalimnatan Timur, yang tinggal di hulu sungai Mahakm, dengan lambang perdamaian. Warna dominan pada wastra menunjukkan acara yang dihadiri. Acara pemakaman, wastra penutup kepala dominan berwarna hitam. Dalam upacara ritual digunakan wastra bermotif yang dominan warna kuning (bahendai), merah (bahandang), atau putih (baputi).

Pengaruh India masuk melalui kota Pontianak. Hasilnya, wastra batik dengan ragam hias bunga-bungaan tipis. Umumnya berupa wastra sarung dari sutra dengan warna-warna mencolok dan jumlahnya tidak banyak.

Dulunya jenis wastra ini hanya dimiliki oleh kalangn atas. Bahan tipis dipakai sebagai penutup kepala oleh kaum wanita. Bahan tebal dipakai sebagai bahan sarung. Kini sudah banyak wastra yang dibuat pakaian sehari-hari. astra sasirangan juga memiliki corak jajumputan seperti di JAwa (jumputan) dan Sumatra (pelangi).

0 comments:

Posting Komentar